SWI Tour & Travel Blog 15 Senjata Tradisional Batak di Danau Toba & Medan, Sumatera Utara

15 Senjata Tradisional Batak di Danau Toba & Medan, Sumatera Utara

Senjata Tradisional Batak

Senjata tradisional Batak merupakan peninggalan sejarah dan budaya suku Batak yang merupakan suku dominan di Sumatera Utara. Senjata tradisional suku Batak yang menjadi peninggalan para pejuang Batak terdahulu hingga kini masih dipakai baik untuk acara kebudayaan hingga kehidupan sehari-hari.

Bagi anda yang ingin berlibur ke Sumatera Utara dan melihat wisata alam dan budaya Batak, anda bisa memilih paket wisata Medan Danau Toba untuk memudahkan perjalanan wisata anda di Sumatera Utara:

Terdapat banyak suku di Sumatera Utara, tidak terkeculi suku Batak yang merupakan suku dominan di Sumatera Utara dan salah satu kelompok etnik terbesar ketiga di Indonesia, etnis ini terbagi dalam Batak Karo, Batak Toba, Batak Mandailing, Batak Pakpak Dairi, Batak Angkola, dan Batak Simalungun. Batak memiliki marga yang menganut garis keturunan dari bapak. Suku Batak memiliki tradisi Batak salah satunya tradisi Mangulosi. Keberagaman tersebut memiliki kekayaan budaya termasuk juga senjata tradisional suku Batak. Bagi anda yang belum mengetahui ragam senjata tradisional Batak, berikut daftar senjata tradisional Suku Batak yang patut anda ketahui:

  • 1. Piso Halasan
Piso Halasan

Keberagaman budaya Indonesia memunculkan banyak karya seni tradisional yang hanya ada di negeri ini. Salah satunya adalah berbagai jenis senjata tradisional. Suku Batak memiliki beberapa Senjata Tradisional Batak yang unik. Salah satunya adalah Piso Halasan.

Piso Halasan adalah sebuah pisau tradisional dari suku Batak. Panjangnya yang mencapai 57,6 hingga 76 centimeter mungkin membuatnya lebih tepat disebut sebagai pedang kecil. Mata pisaunya terbuat dari besi. Sedangkan gagangnya, terbuat dari bahan langka, yaitu tanduk rusa. Sarung pisaunya terbuat dari kayu yang dilapisi oleh kulit ekor kerbau. Penampilan dan bahan yang unik ini membuatnya mencolok diantara banyak senjata tradisional asal Indonesia.

Lihat Juga:

Pada bagian gagang pisau yang terbuat dari tanduk rusa, diukir sebuah karakter. Karakter dengan bentuk orang berjongkok dengan tangan memegang lutut. Sedangkan ujung jari menyentuh dagu. Tokoh ini dipercaya sebagai makhluk supranatural yang melindungi pemegang pisau.

Selain itu, setiap bagian dari Piso Halasan juga memiliki arti tertentu. Mata pisau melambangkan kecerdasan, dimana pikirannya tajam dan mampu berpikir dengan baik. Lalu sarung pisau melambangkan hukum yang memberikan batasan. Semuanya bersatu untuk membuat hidup rukun, damai, dan sejahtera. Hal itulah yang menjadi halasan atau kebahagiaan bagi orang Batak. 

Dahulu, Piso Halasan dipakai untuk berburu dan berperang. Tetapi, saat ini, pisau tradisional Batak ini hanya dipakai sebagai lambang dari kebesaran seseorang dari suku ini. Salah satunya adalah orang Batak yang pernah menyelenggarakan pesta bernama Mangalahat Horbo. Dibawa dengan diapit lengan kiri dan pemegangnya memakai pakaian adat Batak. Mereka yang membawa pisau ini dipandang sebagai seseorang dengan tingkat sosial yang tinggi di Suku Batak.

Proses pembuatan Piso Halasan tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Hanya Datu (dukun) dari suku Batak yang bisa membuatnya. Mereka melakukan semuanya, mulai dari mencari bahan hingga proses membuat pisau tradisional ini hingga bisa dipakai. Karena keistimewaan inilah, tidak heran bila Piso Halasan menjadi salah satu senjata tradisional asal Batak yang wajib diketahui banyak orang.

Lihat Juga:

  • 2. Tunggal Panaluan
oleh oleh khas Batak Toba

Kebanyakan Senjata Tradisional Batak yang populer berbentuk pisau. Tetapi, ada satu senjata tradisional dari daerah Sumatera Utara yang berbentuk tongkat. Namanya adalah Tunggal Panaluan.

Tunggal Panaluan juga dikenal sebagai tongkat sakti asal Batak. Tongkat ini hanya bisa digunakan oleh Datu, yaitu dukun Batak. Bentuknya unik dengan ukuran berbentuk manusia atau binatang pada bagian ujung atas tongkat ini. Ukiran ini berhubungan dengan aliran kepercayaan suku Batak.

Lihat Juga:

Tongkat sakti ini memiliki panjang sekitar 1,5-2 meter. Tetapi, ada juga tongkat yang berukuran lebih kecil yang disebut dengan Tungkot Malehat. Tunggal Panaluan terbuat dari bahan kayu yang berasal dari pohon Trengguli Wanggang. Kayu dari pohon ini percaya suku Batak memiliki daya mistis. Oleh karena itu, tongkat ini tidak bisa digunakan oleh siapa saja.

Dari namanya, tongkat ini memiliki arti satu yang mengalahkan. Hal ini berasal dari dua kata pada namanya, yaitu “Tunggal” yang berarti satu dan “Panaluan” yang berarti mengalahkan. Selain itu, arti tersebut juga melambangkan hubungan dari 3 alam, yaitu Banua Toru, Banua Tonga, dan Banua Ginjang. Banua Tonga adalah alam dimana manusia tinggal. Sedangkan Banua Toru adalah dunia atas dan Banua Ginjang adalah dunia bawah. Banua Tonga terletak diantara kedua dunia tersebut.

Tongkat tradisional asal Batak ini pada umumnya digunakan hanya pada upacara adat maupun ritual. Ritual yang memakainya sangat beragam, mulai dari ritual memanggil hujan, mengusir bencana, melindungi desa dari musuh, dan lain sebagainya. Selain itu, tongkat ini juga digunakan oleh para Datu dalam Tari Tortor. 

Aura mistis dari tongkat ini memang muncul sangat kuat. Selain karena bahan kayu spesial yang digunakannya, tongkat ini dipercaya menjadi tempat bersemayamnya roh-roh leluhur. Bahkan, pada saat penjajahan Belanda, mereka yang membawa tongkat ini dipercaya tidak bisa kalah oleh musuh. Meskipun begitu, saat ini, Tunggal Panaluan dapat dilihat di berbagai museum budaya. Satu hal yang pasti, tongkat ini menjadi salah satu karya budaya yang tidak boleh dilupakan.

Lihat Juga:

  • 3. Piso Gading
Piso Gading

Piso Gading merupakan salah satu senjata tradisional dari tanah Toba yang sangat langka. Senjata ini merupakan peninggalan dari masa lalu, yaitu masa Raja Batak Toba yang memerintah pada sekitar abad 19. Senjata berupa pedang dengan bilah tajam ini hanya bisa dimiliki orang-orang tertentu atau orang dengan kedudukan tinggi seperti Raja.

Kelangkaan dari pedang tradisional Batak ini juga datang dari bahan pembuatnya. Ada tiga bahan utama yang digunakan untuk membuat Piso Gading, yaitu kayu, rotan dan gading. Ketiga bahan tersebut tergolong langka, terutama bahan gading. Hal itu dikarenakan gading yang dipakai tidak diukir. Melainkan, pisau dibuat berdasarkan bentuk lekukan alami gading tersebut.

Lihat Juga:

Pisau ini juga mirip dengan Piso Halasan, terutama pada bagian sarung pisaunya. Hanya saja, Piso Gading memiliki rantai pada bagian ini. Ujung rantai dipasang pada salah satu pangkal sarung pisau, dan satunya lagi dipasang pada bagian tengah. Pemasangan rantai ini muncul karena ada permintaan Raja Batak Toba.

Panjang keseluruhan pisau ini sekitar 66 cm. Sedangkan bilah atau mata pisaunya sendiri, sepanjang 48 cm. Dengan ukuran ini, pisau ini dulu digunakan dalam berperang. Untuk membuatnya lebih mematikan, para Datu atau dukun Batak juga melumuri pisau ini dengan racun yang disebut “Rasun Nipu”.

Rasun Nipu adalah racun mematikan yang dapat melemahkan dan menyerang jantung. Reaksinya sangat cepat, sehingga saat musuh terkena sabetan pisau ini, mereka akan terkapar tak berdaya. Bentuknya yang melengkung membuat pisau ini dengan mudah merobek daging musuh. Meskipun Pembuatan pisau dan racun juga dilakukan oleh para Datu. Bahan-bahan dikumpulkan oleh dukun Batak ini dari berbagai tempat. Untuk Rasun Nipu, mereka juga membuatnya dari berbagai jenis tanaman yang ada di hutan. Meskipun begitu, saat ini Piso Gading hanya digunakan sebagai hiasan atau aksesoris. Bahkan, masyarakat sudah bisa membelinya dengan bebas dari berbagai toko. Pembuatan Senjata Tradisional Batak ini sudah tidak seketat dulu lagi. Tetapi, hal tersebut memang diperlukan untuk melestarikan senjata tradisional yang unik ini.

Lihat Juga:

  • 4. Piso Tumbuk Lada
Piso Tumbuk Lada

Piso Tumbuk Lada adalah salah satu senjata tradisional yang berasal dari suku Batak, tepatnya Batak Karo. Senjata ini termasuk salah satu senjata peninggalan kerajaan jaman dulu, yaitu Kerajaan Aru. Desainnya yang unik dan terbuat dari logam kuningan menjadikannya senjata mematikan. Oleh karena itu, dulu senjata ini sering digunakan dalam pertarungan jarak dekat. Saat ini, pisau ini hanya dipakai sebagai hiasan atau dekorasi saja.

Senjata pisau tradisional ini memiliki cara khusus untuk menentukan serasi atau tidaknya dengan pemiliknya. Sebelum membuat, maka panjang pisau akan diukur dengan satuan “ibu jari” penggunanya. Datu yang membuatnya akan menentukan berapa “ibu jari” panjang mata pisau sesuai dengan penggunanya. Biasanya, panjangnya ini berhubungan dengan hidup dan karir pemakai Piso Tumbuk Lada yang akan dibuat. 

Lihat Juga:

Menariknya, saat mengukur panjang pisau menggunakan ibu jari, ada kata-kata yang diucapkan sang Datu. Kata-katanya adalah “Anakna – Arimo”. Dua kata ini diulang-ulang hingga sampai ujung tajam mata pisau.

“Anakna” sendiri bermakna bila terinjak telapak kaki, rasanya sakit. Sedangkan “Arimo” adalah sebutan untuk harimau. Bila hitungan hingga ujung pisau berakhir pada kata “Anakna”, maka pisau tersebut sesuai untuk pengguna yang memiliki sifat tenang. Tetapi, meskipun dia memiliki sifat tenang, bila diganggu, maka akan bereaksi atau membalas dengan keras. Oleh karena itu, Piso Tumbuk Lada jenis ini dipercaya memiliki kekuatan mistis dan lebih mematikan.

Lalu, bila hitungan berakhir pada kata “Arimo” atau harimau, pisau tersebut dipandang memiliki aura panas. Aura ini memiliki efek menakutkan bagi orang lain. Jadi, orang yang membawa pisau dengan hitungan “Arimo” akan ditakuti banyak orang. Oleh karena itu, pisau jenis ini banyak dibawa oleh mereka yang akan berperang agar ditakuti musuh.

Meskipun terkesan menakutkan, Senjata Tradisional Batak ini juga memiliki desain yang unik dan artistik. Bahan yang digunakan terdiri dari lima jenis bahan, yaitu tanduk kerbau, gading gajah, kayu, kulit dan hiasan perak atau emas pada bagian sarungnya. Dengan adanya nilai keindahan ini, maka tidak ada salahnya mengoleksi pisau tradisional asal Batak ini.

Lihat Juga:

  • 5. Piso Gaja Dompak
Piso Gaja Dompak

Suku Batak memiliki banyak jenis senjata tradisional unik. Piso atau pisau mungkin tipe senjata asal Batak yang banyak dikenal orang. Salah satunya adalah pisau tradisional yang dinamakan Piso Gaja Dompak.

Piso Gaja Dompak memiliki dua arti filosofis sesuai dengan kata-kata di dalamnya. “Piso” sendiri bermakna pisau. Kata ini mewakili aktivitas memotong atau menusuk. Sedangkan “Gaja Dompak” adalah sebutan untuk ukiran berbentuk gajah yang ada di tangkai atau gagang pisau ini. Ukiran gajah ini juga dipercaya memberikan kekuatan seekor gajah putih pada pemiliknya.

Lihat Juga:

Senjata unik ini termasuk salah satu senjata asal jaman Kerjaaan Batak dulu. Pisau ini dulu dianggap sebagai pusaka kerajaan yang berharga. Pisau ini juga berperan besar pada perkembangan kerajaan jaman dulu. 

Meskipun digunakan sebagai senjata, Piso Gaja Dompak tidak boleh dimiliki oleh semua orang. Pisau ini hanya boleh dimiliki oleh orang-orang penting, termasuk Raja yang memerintah saat ini. Tidak boleh juga dimiliki oleh orang diluar kerajaan. Oleh karena itu, pisau ini terbilang senjata eksklusif untuk kaum bangsawan saat itu. Sedangkan orang biasa, hanya boleh memiliki pisau tradisional Batak lainnya, seperti Piso Karo, Piso Gading dan lainnya.

Ukuran pisau ini sedikit lebih panjang dari belati. Tetapi, bila dibandingkan dengan pedang, Piso Gaja Dompak lebih pendek. Ukurannya yang sedang ini cocok digunakan untuk pertarungan jarak dekat karena memberi jangkauan lebih dan serangan mematikan. 

Karena pisau ini hanya bisa dimiliki oleh raja dan kaum bangsawan, maka sangat sulit untuk mendapatkannya dijual bebas dipasaran. Kalaupun ada, pisau tersebut mungkin hanyalah tiruan. Saat ini, Piso Gaja Dompak yang asli disimpan di salah satu museum di Jakarta. Pisau tersebut juga merupakan pisau asli miliki Raja Sisingamaraja XII. 

Nilai seni dan budaya dari pisau tradisional ini sangat tinggi. Oleh karena itu, Piso Gaja Dompak sudah patutnya menjadi Senjata Tradisional Batak yang bisa dibanggakan. Tidak hanya oleh orang Batak, tetapi juga orang Indonesia karena bagian dari budaya yang ada di negara ini.

Lihat Juga:

  • 6. Piso Sanalenggam
Piso Sanalenggam

Banyak senjata tradisional dari suku Batak yang memiliki fungsi dan arti yang unik. Tetapi, dari banyak jenis senjata tradisional suku di Sumatera Utara ini, ada satu senjata yang mungkin dapat dikatakan paling unik. Senjata tersebut bernama Piso Sanalenggam.

Dibandingkan dengan berbagai jenis “Piso” asal Batak yang cukup populer di kalangan penggemar pisau, Piso Sanalenggam mungkin terbilang sangat langka. Jarang bahkan sangat sulit untuk menemukan pisau ini dijual bebas dipasaran. Hal ini dikarenakan senjata tradisional ini dipercaya hanya boleh dipegang dan dimiliki oleh tetua adat Batak atau Datu, yaitu dukun suku Batak.

Lihat Juga:

Datu memakai Piso Sanalenggam sebagai salah satu alat dalam ritual. Pisau ini digunakan untuk mempersiapkan bahan-bahan yang akan dipakai untuk membuat ramuan obat. Selain itu, pisau ini juga dipakai sebagai pelengkap dari mantera sihir yang akan digunakan sang dukun. Karena itu, pisau ini memiliki makna mistis dan sakral, yang membuat orang biasa tidak bisa memilikinya.

Desain pisau unik ini terbilang sangat artistik. Dari sisi bahan, pisau dibuat dari logam untuk mata pisaunya dan tanduk kerbau untuk gagangnya. Tanduk kerbau diukir dengan berbagai pola khas Batak, seperti TaliTali atau mahkota khas Batak, ukiran wajah dan lainnya. Sedangkan mata pisaunya berbentuk melengkung, mirip huruf “S”, sama seperti bentuk mata pisau tradisional Batak lainnya.

Sarung Piso Sanalenggam memiliki desain yang indah dan rumit dengan ornamen atau “Gorga” dan 3 warna merah, hitam dan putih yang dikenal dengan sebutan “Tiga Bolit”. Warna merah diperoleh dari batau alam yang dihaluskan dan dilarutkan dengan air jeruk nipis. Dulu, warna ini diperoleh dengan mencampurkan darah mush. Warna hitam berasal dari arang yang ditumbuk halus dan warna putih berasal dari tanah berwarna putih. Tanah unik ini dikenal dengan sebutan “tano buro”.

Sebagai salah satu Senjata Tradisional Batak, pisau ini memiliki filosofi yang dalam. Pisau ini berarti meningkatkan semangat dan keberanian dalam berjuang. Tetapi, pemiliknya harus tetap cinta damai.

Lihat Juga:

  • 7. Toho
Toho

Ada banyak jenis senjata yang berasal dari Sumatera Utara. Yang paling dikenal mungkin jenis Piso asal Batak. Tetapi, ada juga satu senjata unik yang memiliki sejarah unik dan nilai artistik tinggi. Salah satunya adalah senjata khas Suku Nias, Toho.

Toho adalah sebuah tombak. Nama senjata ini juga merupakan sebutan senjata tombak dalam Bahasa Nias. Terdapat dua jenis tombak yang digunakan oleh Suku Nias, yaitu Toho Sondrami dan Toho Bulusa. Keduanya memiliki fungsi yang berbeda.

Lihat Juga:

Toho Sondrami adalah senjata tombak yang digunakan untuk berburu. Oleh karena itu, mata tombaknya memiliki desain seperti kait yang akan mempermudah membunuh hewan buruan. Sedangkan Toho Bulusa digunakan untuk perang pada jaman dulu. Bentuk mata tombaknya runcing dan tajam pada kedua bilahnya. Jadi, cocok untuk digunakan melukai musuh.

Selain fungsinya yang unik, Toho juga memiliki sejarah yang cukup panjang dan unik. Senjata ini digunakan pada jaman Raja Sirao Uwu Zih. Raja ini juga adalah salah satu tokoh yang muncul dalam kisah asal-usul Suku Nias. Dikisahkan, Raja tersebut memberikan ujian kepada sembilan anaknya untuk menjadi penerusnya. Ujiannya adalah siapa yang mampu menari layaknya Rajawali di ujung Toho, maka anak tersebut akan menjadi pewaris tahta.

Tombak khas Nias ini dibuat dari bahan besi tempa. Pembuatannya dilakukan oleh Sihambu atau pandai besi Suku Nias. Tombak ini memiliki panjang sekitar 1,5 meter yang diukur dari ujung mata tombak hingga ujung gagang kayu. Sedangkan untuk bagian gagang kayu, dibuat dari bahan kayu Akhe. Kayu ini memiliki karakteristik keras tetapi juga lentur. Pangkal gagang kayu ini juga dibuat runcing sebagai alternatif penusuk lain dari tombak ini.

Saat ini, Toho menjadi salah satu warisan budaya yang tak ternilai asal Nias. Nilai artistiknya dan filosofinya yang melambangkan kekuasaan membuat senjata unik ini menjadi aset penting budaya Sumatera Utara. Yang pasti, Toho harus selalu dan terus dilestarikan sebagai salah satu Senjata Tradisional Batak dan budaya Indonesia.

Lihat Juga:

  • 8. Piso Surit
Piso Surit

Apakah Anda pernah mendengar senjata tradisional Piso Surit? Senjata ini terkenal di Sumatera Utara dan menjadi budaya khas Batak. Bagi Anda yang ingin mengenal lebih dekat senjata ini, pastikan baca dulu artikel berikut!

Apa Itu Piso Surit?

Secara sederhana, senjata ini dapat dijelaskan dari arti namanya. Piso adalah kata dari bahasa Karo yang berarti pisau. Sedangkan Surit dapat diartikan tarung atau berseteru. Jadi dapat diartikan, senjata tradisional ini adalah pisau tarung.

Lihat Juga:

Sebagai senjata tradisional Batak, pisau ini memiliki sejarah penggunaan yang cukup tinggi. Terutama di area dataran tinggi Karo. Awalnya, pisau hanya digunakan warga Karo tempo dulu untuk berburu ataupun melindungi diri. Namun pada masa penjajahan, penggunaanya lebih ditujukan untuk berperang.

Sebagai senjata jarak dekat, Piso Surit sering dipadukan dengan gaya bertarung menerkam. Para petarung Karo akan sembunyi di hutan dataran tinggi area tersebut dan mengincar tentara Belanda diam-diam.

Keunggulan Piso Surit

Sebagai alat bertarung melawan penjajah, Piso Surit memiliki beberapa aspek keunggulan unik. Berikut adalah beberapa diantaranya:

  • Lekukan pisau memastikan serangan menebas lebih efektif
  • Ukuran tidak terlalu pendek tapi juga tidak terlalu panjang untuk digunakan di area hutan
  • Memiliki punggung pisau yang cukup tebal untuk membantu memotong ranting di hutan
  • Memiliki sarung khusus untuk memudahkan membawa
  • Memiliki paduan bentuk artistik yang juga fungsional
  • Terbuat dari besi kuno yang mudah di dapatkan di area Sumatera. Hal ini memastikan produksi senjata tidak sulit saat masa perang

Penggunaan Piso Surit di Era Modern

Walaupun memiliki banyak kelebihan sebagai senjata perang, pisau tradisional ini berubah fungsi di era modern saat ini. Sekarang, pisau tersebut menjadi alat upacara ritual tradisional dan budaya tari.

Pisau yang digunakan sekarang sudah tidak lagi tajam dan hanya fokus pada bentuk saja. Walaupun begitu, budaya seputar pisau ini tetap dipertahankan dalam bentuk tarian. Dari tarian tradisional pisau ini, Anda bisa melihat gerakan seni bela diri juga.

Anda sekarang menjadi lebih tahu seputar Piso Surit. Semoga informasi di atas berguna dan membantu menambah wawasan Anda seputar budaya tradisional Batak!

Lihat Juga:

  • 9. Meriam Puntung
Meriam Puntung

Meriam Putung adalah salah satu atraksi wisata sejarah dan budaya di Istana Maimun, Medan. Tampilan meriam yang rusak ini spesial karena menunjukan cerita sejarah fantastis dari budaya Batak. Cerita ini akan memiliki unsur sejarah yang akurat tapi dengan paduan dongeng tradisional.

Meriam ini adalah hasil peninggalan perang antara Kerajaan Haru dengan Kerajaan Aceh. Pada waktu itu, kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda. Sedangkan Kerajaan Haru di pimpin oleh Raja yang tidak memiliki nama jelas, tapi memiliki 3 anak yang menjadi fokus cerita meriam ini. Ketiga anak itu bernama Mambang Yazid, Puteri Hijau dan Mambang Khayali. 

Peperangan antara Kerjaan Haru dan Kerajaan Aceh terjadi karena Puteri Hijau menolak undangan pinang dari Sultan Iskandar Muda. Demi mendapatkan Puteri Hijau, Kerajaan Aceh menurunkan banyak pasukan dan membuat Kerajaan Haru tersudut.

Untungnya, Mambang Khayali memiliki ilmu sakti untuk berubah wujud jadi senjata pamungkas. Ia berubah menjadi meriam dan dapat menghalau banyak pasukan Kerajaan Aceh.

Sayangnya, jumlah pasukan Kerajaan Aceh sangat banyak. Mambang Khayali harus terus menembakkan meriam sepanjang hari. Tanpa sadar, laras meriam yang terus menembak bertubi-tubi panas dan akhirnya meledak.

Ledakan ini menghasilkan bagian laras yang dijuluki Meriam Putung sampai saat ini. Walaupun meriam bukan senjata tradisional Batak, penggunaannya di era kerajaan ini cukup menarik. Masalahnya, di cerita tidak ada istilah bubuk mesiu yang menjadi bahan bakar meriam.

Dalam cerita Mambang Khayali menggunakan sihir dan tenaga mistis untuk menembakan meriam ini hingga akhirnya rusak. Kehancuran meriam menjadi tanda kalahnya Kerajaan Haru dan Puteri Hijau akhirnya diarak ke Kerajaan Aceh.

Namun, cerita tidak berhenti di situ. Saat perjalanan melalui jalur air, kapal yang mengiring Puteri Hijau mendapat kunjungan dari naga air. Naga tersebut merupakan jelmaan Mambang Yazid. Pada akhir cerita-nya, Puteri Hijau diculik oleh ular naga tersebut dan sampai sekarang menghilang di bawah aliran sungai Deli. Hal yang tersisa hanyalah Meriam Putung yang dirawat khusus pada Istana Maimun.

  • 10. Baluse
Baluse

Banyak orang hanya tahu Baluse sebagai perisai yang digunakan dalam upacara adat Batak Nias. Namun, banyak fakta unik lain yang sebenarnya menarik dibahas tentangnya. Berikut adalah beberapa fakta unik tersebut!

Asal Mula Bentuk Balause yang Unik

Inspirasi bentuk perisai ini ternyata berasal dari daun pisah. Bentuk daun pisang yang lonjong dengan bagian taja di batang tengahnya, menjadi inspirasi tersendiri. Saat dibentuk seperti ini, perisai ternyata efektif digunakan. Hasilnya, penggunaanya menyebar di antara suku Batak Nias.

Menjadi Alat Pertahanan dan Menyerang

Bentuk unik seperti daun pisang dipilih karena memberikan dua fungsi pada perisai ini. Fungsi pertama adalah melindungi penggunanya di bagian lebar. Sedangkan bagian tajam di ujung bawah perisai dapat digunakan untuk menusuk musuh.

Banyak bukti bahwa bagian bawah Baluse diasah tajam menyerupai pasak tombak. Hal ini memastikan di saat genting, perisai dapat digunakan untuk menusuk lawan.

Efektif Melawan Pedang

Bentuk perisai Baluse memiliki keunggulan tersendiri saat melawan pedang. Dibandingkan perisai lain yang digunakan untuk menerima tebasan pedang, perisai ini mengalihkan tebasan ke tanah.

Hasilnya, musuh yang menghunuskan pedang akan keluarkan tenaga untuk menebas ke tanah dan kehilangan keseimbangan. Dalam pertarungan, kehilangan keseimbangan sekejap dapat menghilangkan nyawa. Sisi positif inilah yang menjadikan perisai tradisional ini populer digunakan di era kuno waktu itu.

Berasal dari Pemukiman di Gunungsitoli Nias Tengah

Banyak orang hanya tahu perisai ini berasal dari Sumatera Utara dan merupakan bagian dari senjata tradisional Batak. Padahal aslinya, perisai bentuk unik ini berasal dari suku kuno Nias yang tinggal di Gunungsitoli.

Dari situ, perisai ini menyebar digunakan banyak pasukan suku Batak kuno. Penyebaran penggunaan disebabkan kegunaanya yang efektif dalam peperangan antar suku dan juga melawan penjajah.

Sempat Digunakan Untuk Melawan Belanda

Di era penjajahan Belanda, perisai ini sempat digunakan karena efektif. Seperti yang banyak orang tahu, Belanda mempersenjatai pasukannya dengan senapan, pedang dan bayonet.

Saat menyerang area Nias Tengah, Belanda tidak efektif mempergunakan senapannya. Akhirnya, pertarungan lebih banyak menggunakan bayonet dan pedang. Di sinilah peran perisai tradisional Nias menjadi pelindung yang baik.

Sekarang Anda sudah lebih tahu tentang Baluse. Ternyata senjata tradisional ini memang memiliki banyak aspek yang tidka boleh diremehkan!

  • 11. Senjata Hujur Siringis
Hujur Siringis

Batak memiliki beberapa senjata tradisional, salah satunya senjata Hujur Siringis. Senjata tradisional Batak ini sangat sering digunakan oleh prajurit Kerajaan di Batak jaman dahulu untuk berperang. Dalam bahasa Batak, Hujur artinya lembing, sedangkan Siringis artinya tombak kecil. Sesuai dengan namanya, ukuran tombak khas Batak ini memang lebih kecil jika dibandingkan dengan tombak pada umumnya. Panjang hujur tombak ini hanya 25 sentimeter dengan lebar 5.5 sentimeter. Sedangkan untuk panjang gagang kayunya sekitar 2 meter. Warna tombak Hujur Siringis berwarna hitam yang juga berbeda dengan beberapa jenis tombak lain. Bahan utama senjata ini adalah kayu untuk tombaknya. Untuk pisau atau lebingnya terbuat dari logam.

Senjata Hujur Siringis sangat ringan sehingga sangat mudah dibawa dan digunakan khususnya ketika perang. Walaupun ringan tapi salah satu keunggulan senjata ini adalah kekuatannya. Dengan ukuran yang kecil dan ringan, tombak ini sangat mudah dilemparkan ke sasaran. Dengan cara inilah prajurit Kerajaan Batak bertahan saat perang ketika membawa senjata Hujur Siringis. Karena lembing atau hujur yang tajam dan ramping, prajurit biasanya juga menggunakan senjata ini untuk membuka mata air. Mereka akan menancapkan ujung tombak ini hingga kedalaman tertentu di tempat mata air. Dalam waktu singkat, air akan mengucur deras dari lubang tersebut. 

Saat ini, Masyarakat di luar Batak atau Sumatera Utara bisa melihat bentuk Hujur Siringis di beberapa pameran senjata tradisional atau museum di Sumatera Utara. Di beberapa event tertentu, senjata ini tidak hanya dipajang tapi dipegang oleh seseorang yang mengenakan pakaian tradisional prajurit Batak atau Sumatera Utara. Bahkan, beberapa masyarakat Batak yang masih memegang teguh tradisi mereka akan memajang senjata Hujur Siringis di dinding rumah mereka. Hal ini mereka lakukan bukan hanya untuk menghias dinding rumah saja, tapi juga mengajarkan sejarah pada generasi muda mereka. Salah satunya dengan menunjukkan senjata tradisional mereka, termasuk kapan digunakan, cara penggunaan, dan kisah-kisah heroik yang berhubungan dengan senjata tersebut. Dengan begitu, generasi muda tetap mengetahui salah satu senjata nenek moyang mereka bahkan masih bisa menggunakannya walaupun sudah tidak digunakan untuk keperluan berperang.       

  • 12. Piso Silima Sarung
Piso Silima Sasarung

Piso Silima Sarung adalah salah satu senjata tradisional Batak yang unik. Umumnya, satu senjata pisau ditempatkan pada satu sarung layaknya keris. Tapi, berbeda dengan senjata khas Batak ini. Bayangkan saja, dalam satu sarung terdapat lima pisau. Menurut bahasa Batak, piso artinya pisau sedangkan silima artinya berjumlah lima yang ditempatkan pada satu sarung. Masyarakat Batak tidak hanya menganggap Piso Silima Sarung sebagai senjata peperangan saja. Lebih dari itu, senjata ini memiliki nilai filosofis yang tinggi. Masyarakat Batak percaya bahwa senjata ini melambangkan empat roh dalam satu tubuh.

Bahan sarung dan gagang dari senjata ini terbuat dari kayu khusus yang kuat. Ada ukiran khas Batak di permukaan sarung dan gagang senjata tersebut. Senjata ini juga memiliki dua tali di sisi kanan dan kiri. Fungsi dari tali tersebut adalah agar senjata ini bisa dibawa di punggung dengan mudah. Penggunanya bisa langsung menghunus salah satu pisau jika ingin menggunakannya. Bahkan, mereka bisa langsung menggunakan dua pisau sekaligus karena dalam satu sarung terdapat lima pisau. Jangan remehkan keampuhan senjata ini. Senjata ini sangat cocok untuk pertempuran jarak dekat. Kulit bisa langsung robek jika tergores oleh pisau ini. Sudah pasti, tubuh bisa lubang ketika tertembus ujung dari pisau ini. Pisau ini juga bisa digunakan untuk menyisir hutan dengan membabat beberapa tanaman yang menghalangi pandangan. 

Saat ini Piso Silima Sarung memang sudah tidak lagi digunakan untuk berperang. Namun, senjata tradisional Batak ini masih bisa dijumpai, khususnya di pameran senjata tradisional, museum, dan di beberapa upacara adat. Senjata ini biasanya dipadukan dengan pakaian adat Batak sehingga orang tahu cara meletakkannya ketika akan dibawa untuk berperang. Bahkan, senjata ini juga bisa ditemui di beberapa rumah penduduk mengingat masyarakat Batak sangat menjunjung tinggi tradisi nenek moyang mereka. Umumnya, mereka akan memajang Piso Salima Sarung di dinding rumah sembari menceritakan hal-hal menarik tentang senjata tersebut pada anak, cucu, atau siapapun yang datang ke tempat mereka.

  • 13. Piso Karo
Piso Karo

Jika di Jawa ada keris, maka di Sumatera Utara ada Piso Karo. Secara spesifik, senjata ini adalah senjata tradisional Batak. Bentuknya memang sangat mirip dengan keris walaupun Piso Karo berukuran lebih panjang. Senjata ini tampak lebih simple karena tidak menggunakan banyak ukiran sebagai ornamen. Salah satu contohnya adalah pada bagian gagang dan sarung senjata yang tampak polos. Gagang senjata ini juga terbuat dari kayu pilihan yang kuat dan tahan lama. Perbedaan lainnya yang mencolok adalah senjata Piso Karo ini memiliki gagang dengan desain bercabang. Sarungnya juga dibuat lebih mewah dan menarik dengan tambahan ornamen perak. Ornamen perak inilah yang membuat penampilan senjata ini lebih mencolok. 

Dulunya, para prajurit Sumatera Utara menggunakan senjata ini untuk melawan penjajah, khususnya masa penjajahan Belanda. Desain sarung yang mencolok akan membuat lawan menjadi gentar saat melihatnya. Senjata tradisional Batak ini juga sangat cocok untuk pertarungan jarak dekat. Dengan ketajaman pisaunya, pasti kulit akan terluka ketika terkena tebasan senjata ini. Seseorang bisa terluka parah bahkan kehilangan nyawa ketika terkena tusukan dari ujung mata pisau senjata ini. Dalam perkembangannya, senjata ini dibuat dalam beberapa ukuran dan model. Selain digunakan untuk senjata perang, masyarakat Batak juga menggunakan pisau karo dengan model parang untuk peralatan dapur mereka. Mereka menggunakan pisau tersebut untuk memotong ayam, membersihkan sisik ikan, atau memotong bambu. Saat ini, Piso Karo memang sudah tidak digunakan untuk berperang. Tapi, masyarakat Batak masih menjunjung tinggi nenek moyang serta budaya mereka, termasuk senjata tradisional semacam ini. 

Karena itu, senjata ini sering sekali digunakan dalam beberapa upacara adat Batak. Biasanya, orang Batak yang mengadakan acara adat akan mengenakan pakaian adat Batak lengkap dengan ornamen tambahan, termasuk Piso Karo. Sebagian dari mereka juga masih memajang senjata tradisional, termasuk Piso Karo di dinding rumah sebagai hiasan sekaligus pengingat. Jika ingin melihat senjata ini dari sisi historisnya, Anda bisa mengunjungi museum yang ada di Sumatera Utara.  

  • 14. Piso Toba
Piso Toba

Sumatera Utara, khususnya Batak memiliki beragam senjata tradisional berbentuk pisau. Dalam bahasa daerah mereka, pisau diucapkan dengan kata Piso. Salah satu senjata tradisional suku Batak yang berbentuk pisau adalah Piso Toba. Senjata ini sendiri sudah digunakan oleh prajurit serta masyarakat Batak mulai abad ke-19 Masehi. Pisaunya terbuat dari besi pilihan yang ditempa sedemikian rupa agar tajam dan tidak mudah rusak. Beberapa bagian dari senjata ini juga terbuat dari kuningan. Untuk gagang pisau dan sarungnya terbuat dari kayu pilihan atau kuningan. Biasanya, ada ukiran tertentu di bagian gagangnya sedangkan sarung dari senjata ini biasanya dibuat polos atau tanpa ukiran. 

Dinamakan Toba karena memang senjata ini seringkali digunakan oleh suku Batak Toba. Jika dilihat sepintas, senjata ini mirip dengan keris dengan gagang yang melengkung di ujungnya. Gagang senjata ini dibuat melengkung agar mudah saat dihunus dari sarungnya dan digunakan. Ukurannya sendiri juga lebih kecil jika dibandingkan dengan pisau-pisau tradisional Batak lainnya. Masyarakat batak biasanya menyematkan Piso Toba di pinggang mereka atau membawanya di tangan. Ukurannya yang kecil membuat senjata ini mudah untuk digunakan. Jaman dahulu, masyarakat atau prajurit Batak menggunakan senjata ini untuk bertarung satu lawan satu secara jarak dekat. Mata pisaunya yang tajam bisa langsung membuat luka yang dalam saat menggores kulit. Ukurannya yang kecil sangat mudah digunakan untuk menusuk lawan hingga terkapar tidak berdaya. 

Saat ini, Piso Toba bisa dilihat pada upacara adat Batak di mana seseorang akan menggunakan pakaian adat suku Batak Toba lengkap dengan Piso Toba di pinggang atau tangan mereka. Senjata ini juga dipamerkan di beberapa acara pameran senjata tradisional. Masyarakat yang penasaran dengan sejarah serta penggunaan Piso Toba juga bisa mengunjungi museum di Sumatera Utara. Beberapa masyarakat Batak yang sangat menjunjung tinggi tradisi dan budaya pasti memiliki senjata ini di rumah mereka. Mereka akan memajangnya di dinding atau meletakkannya di tempat khusus. Bagi mereka, senjata tradisional ini merupakan harga diri dan kebanggaan. Mereka akan menunjukkan senjata tersebut sembari menceritakan cerita kepahlawanan yang berkaitan dengan Piso Toba. 

  • 15. Piso Sitolu Sarung
Piso Sitolu Sasarung

Sumatera Utara, terutama Batak tidak hanya terkenal dengan keunikan lima pisau yang diletakkan dalam satu sarung. Rupanya, Batak juga terkenal karena memiliki senjata bernama Piso Sitolu Sarung. Senjata tradisional Batak ini sangat mirip dengan Piso Silima Sarung. Bedanya terletak pada jumlah senjata yang disematkan pada sarungnya. Sesuai dengan namanya, Piso artinya pisau sedangkan Sitolu artinya berjumlah tiga buah. Artinya ada tiga pisau yang diletakkan pada satu sarung. Masyarakat Batak menganggap senjata ini lebih dari sekedar senjata tradisional. Tiga pisau yang disematkan pada sarungnya memiliki arti filosofi yang mereka junjung tinggi hingga saat ini. 

Mereka percaya bahwa tiga pisau tersebut melambangkan tiga benua yang menyatu dalam kehidupan masyarakat Batak. Tiga pisau tersebut juga diartikan sebagai tiga Batara, yaitu Batara Guru, Batara Sori, dan Batara Bulan. Batara Guru melambangkan kebijakan, Barata Sori melambangkan keimanan, dan Batara Bulan melambangkan kekuatan. Desain Piso Sitolu Sarung ini mirip dengan Piso Salima Sarung hanya ukurannya lebih kecil. Terdapat tiga pisau dengan sarung berbentuk mirip kerucut. Ada semacam rantai atau tali di bagian sisi kiri dan kanan sarungnya. Dengan adanya rantai atau tali tersebut, senjata ini bisa lebih mudah dibawa di punggung. Penggunanya bisa menghunus salah satu atau dua pisau sekaligus ketika melawan musuh.

Piso Sitolu Sasarung umumnya digunakan untuk pertarungan satu lawan satu secara jarak dekat. Prajurit juga menggunakan senjata ini untuk berjaga-jaga ketika melewati area yang berbahaya. Mereka juga akan menggunakan pisau tersebut untuk menebas ilalang atau tanaman tinggi yang menghalangi pandangan ketika memasuki hutan. Karena sudah tidak digunakan untuk peperangan, Piso Sitolu Sarung biasanya digunakan dalam upacara ada Batak. Senjata ini juga terpampang di galeri atau museum di Sumatera Utara karena termasuk senjata tradisional. Masyarakat Batak pun juga mempertahankan senjata ini. Sebagian dari mereka memiliki senjata ini di rumah. Mereka akan memajang di dinding rumah atau meletakkan di suatu tempat di rumah mereka. Mereka juga akan mengenalkan Piso Sitolu Sarung kepada anak, cucu, atau siapapun sebagai senjata tradisional dan kebanggaan mereka.

Lihat Juga:

Itulah daftar senjata tradisional Batak yang ada di Sumatera Utara. Senjata tersebut cukup bervariasi sehingga menambah peninggalan budaya yang harus dilestarikan hingga sekarang.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post