Rumah adat Sumatera Utara sangat identik dengan suku Batak dengan keunikan budaya Batak yang khas. Rumah tradisional di Sumatera Utara sangat beragam termasuk rumah adat Batak, rumah adat Melayu, rumah adat suku Nias dan lain sebagainya. Keberagaman suku di Sumatera Utara seperti suku Batak yang merupakan mayoritas, suku Melayu, suku Nias hingga suku pribumi pendatang dan suku pendatang lainnya sangat mempengaruhi rumah adat Sumatera Utara karena setiap suku mempunyai keunikan dan khasnya masing-masing. Hal itu tidak hanya mempengaruhi kepada rumah tradisional Sumatera Utara, tetapi juga budaya Sumatera Utara, termasuk pakaian adat Sumatera Utara, upacara adat, senjata tradisional Sumatera Utara, arsitektur, seni ukir, tarian tradisional Sumatera Utara, hingga adat tradisi di Sumatera Utara.
Sumatera Utara sangat identic dengan destinasi wisata alam yang memukau seperti Danau Toba. Bagi anda yang ingin berlibur ke Sumatera Utara, anda bisa melihat penawaran paket wisata Medan Danau Toba berikut:
Sumatera Utara menyimpan banyak sejarah dan keunikan budayanya. Kuliner khas Sumatera Utara juga menjadi salah satu wisata kuliner yang unik dan patut untuk dicoba. Selain budayanya yang khas, Sumatera Utara juga memiliki rumah adat yang menarik untuk dilihat. Masyarakat di Sumatera Utara sangat melestarikan peninggalan warisan budaya. ada begitu banyak rumah adat Sumatera Utara yang masih bisa dijumpai hingga saat ini. Berikut daftar rumah adat Sumatera Utara yang bisa anda jumpai di provinsi yang penuh dengan cagar budaya ini:
- 1. Rumah Jabu Bolon, Rumah Adat Batak Toba
Rumah Bolon adalah salah satu rumah adat Sumatera Utara yang berasal dari wilayah Provinsi Sumatera Utara. Rumah Bolon merupakan simbol bagi suku Batak yang juga suku terbesar di Indonesia. Rumah Bolon juga sering disebut sebagai rumah gorga dan berfungsi sebagai tempat pertemuan bagi keluarga besar. Seperti kebanyakan rumah adat yang ada di Indonesia, Rumah Bolon juga memiliki struktur berbentuk panggung. Bagian atas rumah digunakan sebagai ruang tinggal dengan berbagai kamar tidur. Tempat tidur biasanya ditempatkan lebih tinggi dari dapur atau ruangan lainnya.
Jika diartikan, istilah “bolon” sebenarnya berarti Rumah Aceh, yaitu Rumah Adat Masyarakat Aceh Besar. Maka Rumah Bolon dapat diartikan sebagai “rumah besar” karena memang memiliki ukuran yang cukup besar. Perancang Rumah Bolon adalah arsitek kuno dari Simalungun. Rumah adat Bolon juga menjadi simbol status sosial masyarakat Batak yang tinggal di wilayah Sumatera Utara. Di masa lalu, Rumah Bolon dihuni oleh para raja dari Sumatera Utara. Terdapat sekitar 13 kerajaan yang secara bergantian mendiami Rumah Bolon mulai dari masa Tuan Ranjinman hingga Tuan Mogang.
Secara umum, bentuk rumah adat Sumatera Utara ini tidak terlalu berbeda dengan rumah adat Batak Toba lainnya. Perbedaannya terletak pada tiang penyangga yang terbuat dari kayu bulat (basikah). Di atas bubungan atap rumah panggung ini, juga dilengkapi dengan tanduk kerbau. Setiap struktur bangunan dan ornamen yang ada di Rumah Bolon memiliki makna simbolis tertentu yang terkait dengan kepercayaan dan adat istiadat masyarakat Batak.
Rumah Bolon dibangun melalui sistem gotong royong oleh seluruh masyarakat, mulai dari proses pengambilan kayu di hutan hingga penyelesaiannya oleh tukang-tukang terampil. Menariknya, proses pembuatannya tanpa menggunakan paku. Bagian depan Rumah Bolon terhubung dengan lapou, yaitu bagian bangunan yang menyatu dengan Rumah Bolon.
Ruangan ini selain menjadi tempat istirahat raja juga sering digunakan sebagai ruang tamu, namun hanya untuk tamu-tamu kehormatan serta tempat untuk mengadakan sidang yang bersifat terbatas. Di sisi luar ruangan tersebut, terdapat tingkap (jendela) yang khusus digunakan oleh raja untuk melihat siapa tamu yang datang. Dengan sejarah yang dimilikinya, rumah adat Sumatera Utara ini tidak hanya sekedar sebagai rumah tinggal.
Lihat Juga:
- 15 Pantai Indah di Danau Toba
- 15 Oleh-oleh Khas Danau Toba
- 10 Gunung di Danau Toba
- 15 Makanan Khas Danau Toba
- 15 Tempat Camping di Danau Toba
- 2. Rumah Jabu Parsakitan, Rumah Adat Batak Toba
Rumah Adat Jabu Parsakitan adalah rumah adat Sumatera Utara yang berasal dari suku Batak Toba. Ini merupakan rumah tradisional milik salah satu suku Batak yang mendiami wilayah Sumatera Utara. Jabu Parsakitan selama ini juga sering dikenal dengan sebutan “Jabu Porsea” atau “Jabu Sae”. Istilah ‘Jabu’ sendiri berarti rumah, sedangkan ‘Parsakitan’ memiliki arti tempat berlindung atau tempat perlindungan.
Rumah adat Jabu Parsakitan memiliki struktur bangunan yang unik dan khas. Bangunan ini biasanya dibuat dengan konstruksi panggung dan menggunakan tiang-tiang penyangga yang tinggi. Bagian atap rumah terbuat dari jerami atau ijuk dengan desain yang melengkung ke atas. Rumah ini juga dikelilingi oleh pagar kayu yang disebut “sopo” atau “sopo-sopo”, yang berfungsi sebagai perlindungan dan batas lingkungan rumah.
Jabu Parsakitan memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Batak Toba. Berbeda dengan rumah adat Sumatera Utara pada umumnya yang sering digunakan sebagai tempat tinggal, Jabu Parsakitan biasanya digunakan sebagai tempat penyimpanan barang. Selain itu, rumah ini juga sering menjadi tempat pertemuan bagi masyarakat adat untuk membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan adat.
Sama seperti Jabu Bolon, rumah adat ini memiliki bentuk mirip rumah panggung dengan beberapa tiang penyangga di bawahnya. Biasanya tiang penyangga tersebut terbuat dari kayu yang kuat. Rumah adat yang terbuat dari kayu ini menurut kepercayaan masyarakat setempat dibagi menjadi 3 bagian yang merepresentasikan dimensi kehidupan. Bagian pertama yakni atap rumah menyimbolkan dunia para dewa. Bagian kedua adalah lantai rumah yang dipercaya merupakan dunia manusia. Sementara bagian ketiga adalah kolong rumah yang melambangkan dunia kematian.
Rumah tradisional Batak Toba yang terkenal adalah rumah Bolon atau Jabu Bolon. Ini adalah jenis rumah adat yang digunakan sebagai tempat tinggal masyarakat Batak. Menariknya, rumah adat Sumatera Utara ini masih dikelompokkan lagi berdasarkan jenis kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Di rumah adat Batak yang terdapat di Pulau Samosir, Anda dapat menjumpai tongkat magis yang dulu sering digunakan raja-raja. Tongkat tersebut juga memiliki ukiran-ukiran berupa lambang kekuatan magis dan dianggap memiliki kekuatan bagi raja-raja saat itu.
Lihat Juga:
- Tempat Camping di Medan
- Tempat Nongkrong di Medan
- Taman di Medan
- Tempat Wisata Budaya di Medan
- Tempat Wisata Kuliner di Medan
- 3. Rumah Adat Jerro, Rumah Adat Pakpak
Rumah Adat Jerro merupakan salah satu rumah adat Sumatera Utara. Pemilik rumah adat ini adalah Suku Batak Pakpak yang saat ini keberadaannya tersebar di beberapa kota atau kabupaten di Sumatera Utara dan Aceh, seperti Kabupaten Pakpak Barat, Kabupaten Dairi, Tapanuli Tengah (Sumatera Utara), Kabupaten Humbang Hasudutan, Kabupaten Aceh Singkil, dan juga Kota Sumbulsalam (Provinsi Aceh).
Rumah adat Pakpak memiliki keunikan tersendiri. Bangunan rumah adat ini terbuat dari bahan kayu, sedangkan atapnya terbuat dari bahan ijuk. Setiap bagian dari rumah adat Pakpak ini memiliki maknanya masing-masing yang menggambarkan bagaimana Suku Batak Pakpak berbudaya.
Bubungan atap memiliki bentuk yang melengkung, bagian ini memiliki makna keberanian memikul resiko berat demi mempertahankan adat istiadat. Pada bubungan atap terdapat tanduk kerbau yang menunjukan semangat perjuangan Puak Pakpak. Ada juga tampuk bubungan yang bersimbolkan Caban, sebagai simbol kepercayaan Puak Pakpak.
Bentuk segitiga pada rumah adat ini menggambarkan susunan adat istiadat dalam kekeluargaan yang terdiri dari tiga bagian, yaitu Senina atau saudara kandung laki-laki, Berru atau saudara kandung perempuan, dan Puang atau kemenakan.
Jumlah tangga pada rumah adat Jerro atau rumah adat Pakpak juga memiliki maknanya masing-masing. Untuk rumah dengan tangga berjumlah ganjil, baik itu 3, 5, maupun 7 menggambarkan bahwa pemilik rumah merupakan keturunan raja (marga tanah). Sedangkan untuk rumah dengan tangga berjumlah genap menunjukan bahwa penghuni rumah bukanlah keturunan marga tanah.
Rumah adat Jerro juga terdiri dari ukiran-ukiran yang terletak pada segitiga muka dengan berbagai macam corak seperti Perbunga Kupkup, Perbunga Pancur, Perbunga Kembang, dan lainnya. Hal ini menunjukan bahwa Puak Pakpak memiliki darah dan jiwa seni.
Rumah adat Jerro biasanya digunakan sebagai tempat permusyawaratan yang terkait dengan kepentingan umum. Selain itu, upacara adat istiadat juga sering diadakan di rumah adat. Di dalam rumah ini terdapat genderang, garantung, serunai, patung panglima atau pahlawan, mejan yang ditempatkan di halaman rumah, dan ada juga alat-alat kesenian daerah seperti taratoa, labat, sordan, dan seruling.
Lihat Juga:
- Paket Wisata Padang 4 Hari 3 Malam
- Paket Wisata Danau Toba dari Silangit
- Paket Wisata Padang Bukittinggi
- Paket Wisata Sabang Aceh
- Paket Wisata Medan Sabang
- 4. Rumah Adat Bagas Godang, Rumah Adat Mandailing
Rumah adat Bagas Godang merupakan Rumah adat Sumatera Utara dari etnis Mandailing yang mendiami Tapanuli bagian Selatan. Bagas Godang atau rumah besar biasanya dibangun bersamaan dengan Sopo Sio Rancang Magodang atau Sopo Godang atau disebut juga sebagai balai adat yang letaknya bisa di depan ataupun di samping Bagas Godang.
Rumah adat Bagas Godang merupakan tempat tinggal dari raja-raja Mandailing. Tiang pada rumah adat ini berjumlah ganjil sesuai dengan jumlah anak tangga yang juga berjumlah ganjil. Memiliki halaman sangat luas yang disebut sebagai Alaman Bolak Silangse Utang yang berarti halaman luas pelunas hutang.
Tentunya istilah untuk halaman yang luas tersebut bukannya tanpa sebab, dahulu bagi etnis Mandailing, siapapun yang mencari perlindungan dari berbagai hal yang mengancam keselamatannya, kemudian memasuki halaman rumah adat Bagas Godang, maka raja akan melindungi keselamatannya tanpa bisa digugat. Pada halaman rumah tersebut biasanya terdapat alat musik etnis Mandailing yang sangat sakral yaitu Gordang Sambilan.
Sopo Godang atau balai adat dibuat tanpa dinding dan biasanya digunakan untuk melaksanakan persidangan adat. Hal ini menggambarkan bahwa pemerintahan kampung bersifat demokratis, sehingga semua persidangan adat bisa dilihat oleh masyarakat secara bebas.
Selain digunakan oleh raja dan tokoh-tokoh wakil rakyat (Na Mora Na Tora) sebagai tempat persidangan adat, Sopo Godang juga digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu serta menjalin keakraban dengan para kerabat.
Rumah adat Mandailing yakni Bagas Godang dan Sopo Godang merupakan bangunan adat yang melambangkan keagungan masyarakat Huta sebagai masyarakat yang diakui kemandiriannya dalam menjalankan pemerintahan sekaligus adat istiadat masyarakat Mandailing.
Di masa lalu, hal tersebut membuat bangunan Bagas Godang dan Sopo Godang dimuliakan oleh masyarakat kampung serta menjadi bangunan milik masyarakat. Tentunya hal ini dilakukan tanpa mengurangi rasa hormat terhadap raja dan keluarganya yang memang memiliki hak penuh atas rumah adat Mandailing. Rasa kepemilikan terhadap rumah adat tersebut membuat masyarakat juga turut dalam melindungi dan merawatnya agar rumah adat Bagas Godang tetap berfungsi dengan baik.
Lihat Juga:
- Oleh-oleh Khas Medan
- Adat Tradisi Batak
- Tempat Makan di Medan
- Spot Melihat Sunset di Medan
- Mall Terbesar di Medan
- 5. Rumah Adat Omo Hada, Rumah Adat Nias
Rumah adat Omo Hada merupakan rumah adat Sumatera Utara bagi masyarakat Nias. Tidak hanya kesenian lompat batunya saja yang melegenda, rumah adat Nias juga memiliki banyak keunikan yang menarik untuk diketahui. Rumah adat Omo Hada berbentuk rumah panggung dengan tiang tinggi dan besar sebagai penyangganya, dan juga rumbia sebagai alasnya. Omo Hada ini merupakan rumah bagi masyarakat Nias pada umumnya, sedangkan bagi para bangsawan Nias disebut Omo Sebua.
Jika dilihat dari segi arsitekturnya, Omo Hada memiliki keunikan tersendiri. Rumah tradisional Nias ini dibangun tanpa paku sehingga lebih tahan terhadap gempa. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat rumah juga terbuat dari alam, seperti kayu nimbung dan alas rumbia.
Desain rumah berbentuk panggung juga ada kaitannya dengan budaya lokal masyarakat Nias. Dahulu, rumah panggung atau rumah yang ditinggikan ini berfungsi sebagai bentuk pertahanan. Hal ini merupakan imbas dari peperangan yang terjadi di masa lalu.
Rumah adat Nias ini terbagi menjadi tiga jenis gaya arsitektur. Perbedaan gaya arsitektur tersebut terlihat dari bentuk rumah dan juga struktur desa tempat rumah tersebut berada. Arsitektur Nias Utara memiliki bentuk lonjong dan berdiri sendiri, gaya arsitektur seperti ini bisa ditemukan di Kabupaten Nias Utara, Kota Gunungsitoli, dan Nias Barat.
Gaya arsitektur Nias Selatan berbentuk persegi panjang dengan bangunan yang dibangun dari dinding ke dinding. Gaya arsitektur semacam ini bisa ditemukan di bagian selatan Kabupaten Nias Selatan termasuk juga Kepulauan Batu. Sedangkan jenis gaya arsitektur ketiga yakni arsitektur Nias Tengah bisa ditemukan di pedalaman dan juga bagian timur Kabupaten Nias Selatan, khususnya di Gomo dan Lahusa.
Dalam rumah adat Omo Hada terdapat dua ruangan utama, yaitu ruang Tawalo dan Forema. Ruang Tawalo digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu, bermusyawarah, dan juga tempat tidur para jejaka. Ruangan ini terbagi menjadi beberapa lantai, lantai pertama untuk rakyat biasa, kemudian lantai bule untuk tamu, lalu lantai dane-dane untuk tamu agung, lantai salohate sebagai tempat sandaran tangan bagi tamu agung, dan lantai harefa dijadikan sebagai tempat menyimpan barang tamu.
Ruangan kedua yakni Forema berada di belakang Tawalo, fungsinya sebagai ruang keluarga, ruang makan tamu agung, dan ruang tamu bagi wanita. Forema juga memiliki kamar tidur dan dapur.
Lihat Juga:
- 5 Hotel Bintang 4 di Danau Toba
- 10 Pulau di Tengah Danau Toba
- 15 Air Terjun di Danau Toba
- 15 Tempat Wisata di Berastagi
- 40 Kuliner & Makanan Khas Medan
- 6. Rumah Adat Melayu Sumatera Utara
Rumah adat melayu medan merupakan salah satu kebudayaan dan warisan Indonesia yang merepresantasikan Rumah Adat Sumatera Utara. Rumah Adat Melayu Medan adalah jenis rumah adat yang berasal dari masyarakat Melayu yang tinggal di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Rumah adat ini menggambarkan kebudayaan dan tradisi masyarakat Melayu di wilayah tersebut. Rumah adat Melayu Medan memiliki ciri khas tersendiri, meskipun tidak sepopuler rumah adat Melayu Deli.
Dalam pembuatannya, rumah adat satu ini memiliki ciri-ciri berupa bentuk bangunan yang simetris dan beraturan. Bangunan ini biasanya berdiri di atas tiang-tiang kayu yang tinggi. Selain itu, untuk Rumah adat Melayu Medan juga dibangun dengan menggunakan kayu sebagai bahan utama. Kayu yang sering digunakan adalah kayu ulin atau kayu yang tahan terhadap serangan serangga dan cuaca.
Sementara, pada bagian atap rumah adat Melayu Medan biasanya terbuat dari daun rumbia atau ijuk. Atapnya memiliki bentuk melengkung di bagian depan dan belakang, dengan ujung atap yang meruncing. Ciri selanjutnya ada pada bagian struktur dan ornamen yang ada di dalamnya. Rumah adat Melayu Medan memiliki struktur yang kuat dengan tiang-tiang kayu yang kokoh. Tiang-tiang tersebut juga sering diukir dengan motif hias yang khas. Sedangkan ornamen dan ukiran pada Rumah adat Melayu Medan sering dihiasi dengan ornamen dan ukiran yang indah. Ukiran-ukiran tersebut biasanya terdapat di pintu, jendela, dinding, dan tiang-tiang rumah. Motif ukiran cenderung menggambarkan alam, tumbuhan, binatang, atau motif geometris.
Nah, pada Rumah adat Melayu Medan memiliki ruang tengah yang luas, yang sering disebut sebagai serambi. Serambi ini biasanya digunakan sebagai tempat menerima tamu atau kegiatan sosial. Rumah adat Melayu Medan memiliki nilai sejarah dan budaya yang penting bagi masyarakat Melayu di kota Medan. Meskipun saat ini rumah-rumah adat ini mungkin jarang ditemui di perkotaan, namun upaya pelestarian dan pemeliharaannya tetap dilakukan untuk menjaga warisan budaya dan identitas lokal. Tidak heran jika kehadirannya dianggap sebagai salah satu kebudayaan dan warisan Indonesia yang merepresantasikan Rumah Adat di Sumatera Utara.
Lihat Juga:
- 35 Tempat Wisata di Medan
- 5 Tempat Wisata Ala Jepang di Medan
- 15 Tempat Wisata di Silangit
- 15 Pantai di Padang
- 15 Pulau di Padang
- 7. Rumah Bolon, Rumah Adat Simalungun
Rumah Bolon, Rumah Adat Simalungun merupakan salah satu kebudayaan dan warisan Indonesia yang merepresantasikan Rumah Adat Sumatera Utara. Rumah Bolon adalah jenis rumah adat yang berasal dari suku Batak Toba di Sumatera Utara, Indonesia. Rumah adat ini juga dikenal dengan sebutan Rumah Adat Simalungun karena dapat ditemukan juga di daerah Simalungun. Rumah Bolon merupakan rumah adat paling terkenal dan dianggap sebagai simbol kebanggaan dan identitas budaya suku Batak Toba dan Simalungun.
Beberapa ciri-ciri Rumah Bolon atau Rumah Adat Simalungun salah satunya ada pada bentuk bangunannya. Rumah Bolon memiliki bentuk bangunan yang tinggi dan kuat dengan atap tumpang tiga. Atapnya berbentuk melengkung di bagian depan dan belakang, menyerupai perahu terbalik. Bagian atap yang melengkung tersebut disebut “sawang-sawah.”
Selain itu, Rumah Bolon dibangun dengan menggunakan struktur kayu yang kuat. Tiang-tiang kayu besar dan kokoh menopang rumah ini. Bahan utama pembangunannya adalah kayu ulin yang tahan terhadap serangan serangga dan cuaca. Sedangkan pada ukiran atau ornamen, Rumah Bolon dihiasi dengan ukiran-ukiran yang indah dan ornamen-ornamen yang khas. Biasanya, ukiran-ukiran tersebut terdapat pada bagian depan dan belakang rumah, serta pada tiang-tiang dan pintu. Motif ukiran pada Rumah Bolon sering menggambarkan simbol-simbol kepercayaan dan kisah-kisah mitologi Batak.
Tidak kalah menariknya dengan rumah adat lainnya, Rumah Bolon memiliki ruang tengah yang luas dan tinggi, disebut “sopo.” Ruang ini digunakan untuk pertemuan keluarga, acara adat, atau upacara tradisional. Sopo juga sering dihiasi dengan ukiran-ukiran dan ornamen-ornamen khas.
Nah, bagi Anda yang belum tahu, Rumah Bolon merupakan pusat kehidupan sosial dan budaya bagi suku Batak Toba dan Simalungun. Selain sebagai tempat tinggal, rumah ini juga digunakan untuk mengadakan pertemuan keluarga, upacara adat, acara pernikahan, dan kegiatan budaya lainnya. Rumah Bolon juga melambangkan hierarki sosial dan kedudukan keluarga dalam masyarakat Batak.
Rumah Bolon atau Rumah Adat Simalungun memiliki nilai historis, budaya, dan spiritual yang penting bagi suku Batak Toba dan Simalungun. Meskipun saat ini rumah-rumah adat ini mungkin jarang ditemui di perkotaan, upaya pelestarian dan pemeliharaan tetap dilakukan untuk menjaga keberlanjutan warisan budaya dan identitas masyarakat setempat.
Lihat Juga:
- 7 Tempat Wisata di Tangkahan
- 15 Tempat Wisata di Balige
- 15 Tempat Wisata di Parapat
- 25 Tempat Wisata di Danau Toba
- 25 Tempat Wisata di Samosir
- 8. Rumah Adat Angkola
Rumah adat angkola merupakan salah satu kebudayaan dan warisan Indonesia yang merepresantasikan Rumah Adat Sumatera Utara. Rumah Adat Angkola adalah jenis rumah adat yang berasal dari suku Angkola di Sumatera Utara, Indonesia. Suku Angkola merupakan salah satu suku yang mendiami daerah Tapanuli Selatan. Rumah adat ini mencerminkan kebudayaan dan tradisi masyarakat Angkola.
Pada bagian bentuk bangunan, Rumah Adat Angkola memiliki bentuk bangunan yang kokoh dan tinggi. Atapnya berbentuk tumpang tiga dengan ujung atap yang melengkung ke atas. Biasanya, atap rumah ini terbuat dari ijuk atau daun rumbia.
Sementara, pada bagian struktur dan bahan konstruksi, Rumah Adat Angkola dibangun dengan menggunakan struktur kayu yang kuat. Tiang-tiang kayu besar dan kokoh menopang bangunan rumah ini. Bahan utama pembangunan rumah adat ini adalah kayu ulin atau kayu yang tahan terhadap serangan serangga dan cuaca.
Selain itu, untuk bagian dinding rumah adat ini terbuat dari kayu dan sering dihiasi dengan ukiran-ukiran yang indah. Pada bagian depan rumah terdapat pintu utama yang besar dan kuat.
Rumah Adat Angkola juga dikenal memiliki ruang tengah yang luas, disebut “sopo” atau “sopo-sopo.” Ruang ini merupakan pusat kegiatan keluarga, tempat berkumpul, dan tempat mengadakan upacara adat. Sopo juga digunakan untuk menerima tamu dan acara sosial.
Tidak hanya itu, pada Rumah Adat Angkola yang bisa dijumpai di Sumatera Utara ini sering dihiasi dengan ornamen dan ukiran yang khas. Motif ukiran pada rumah ini umumnya terinspirasi oleh alam, seperti motif daun, bunga, dan hewan. Ukiran-ukiran tersebut memperindah bagian depan rumah dan memberikan ciri khas pada rumah adat ini.
Perlu Anda ketahui, Rumah Adat Angkola memiliki nilai historis, budaya, dan spiritual yang penting bagi masyarakat Angkola. Rumah adat ini menjadi tempat berkumpulnya keluarga, menjaga tradisi, dan mengadakan upacara adat. Meskipun saat ini rumah-rumah adat ini mungkin jarang ditemui, upaya pelestarian dan pemeliharaan tetap dilakukan untuk menjaga keberlanjutan warisan budaya dan identitas masyarakat Angkola.
Lihat Juga:
- 15 Oleh-oleh Khas Sumatera Utara
- 8 Tempat Wisata di Bukit Lawang
- 30 Tempat Wisata di Taman Simalem Resort
- 15 Kepulauan di Sumatera Barat
- 75 Tempat Wisata di Sabang
- 9. Rumah Adat Siwaluh Jabu, Rumah Adat Karo
Rumah Adat Siwaluh Jabu merupakan rumah adat Sumatera Utara, atau lebih tepatnya rumah adat masyarakat Karo. Seperti halnya rumah adat suku lainnya, rumah adat Siwaluh Jabu juga memiliki keunikan yang bisa Anda eksplor di setiap sudut dan detailnya. Apalagi, tak sedikit yang menyebut Siwaluh Jabu sebagai rumah adat Karo yang megah.
Asal-muasal penamaan Siwaluh Jabu adalah bahasa Karo — waluh berarti delapan, dan jabu berarti rumah. Dengan begitu, bisa Anda simpulkan bahwa Siwaluh Jabu merupakan rumah dengan delapan ruangan.
Dalam pembangunannya, Siwaluh Jabu menggunakan material kayu, ijuk, dan bambu. Penggunaan kayu bisa Anda temukan pada bagian kerangka, tiang, dinding, dan lantai. Sedangkan bambu digunakan untuk teras dan kerangka atap. Dan untuk ijuk, material ini digunakan pada atap agar para penghuninya tidak terkena terik matahari maupun tetesan air hujan.
Untuk bentuk arsitektur rumahnya sendiri, Siwaluh Jabu memiliki desain rumah panggung. Dan menariknya, dalam pembangunan rumah adat Siwaluh Jabu sama sekali tidak ada penggunaan paku. Di bagian dalamnya, Siwaluh Jabu memiliki empat bagian utama. Pertama adalah kolong, yang menjadi tempat hewan ternak. Namun seiring dengan modernisasi, kadang di kolong dengan Siwaluh Jabu sudah dipisah karena alasan kesehatan.
Bagian kedua adalah inti rumah, yang jadi ruang pusat aktivitas masyarakat Karo. Di bagian inti rumah inilah yang ada 8 ruangan dengan posisi yang saling berhadapan pada kedua sisi bangunan. Seluruh ruangan dipisahkan menggunakan sekat dan ditutupi dengan kain. Pada bagian depan setiap dua ruangan, ada satu dapur yang dapat digunakan bersamaan oleh dua keluarga.
Bagian ketiga adalah bagian atas yang berfungsi jadi ruang penyimpanan cadangan kayu bakar. Dan bagian terakhir adalah ture atau teras yang ada di luar, baik itu di bagian depan maupun belakang rumah.
Ketika Anda mengunjungi rumah adat Siwaluh Jabu, Anda akan temui pintu kecil sebelum memasuki rumah. Ketika melewati pintu tersebut, Anda akan menunduk yang menjadi bentuk penghormatan kepada pemilik rumah. Maka dari itu, masuklah melewati pintu tersebut ketika memasuki Siwaluh Jabu.
Lihat Juga:
- Alat Musik Tradisional Batak
- Minuman Khas Batak
- Baju Adat Batak
- Tarian Tradisional Batak
- Kuliner & Makanan Khas Batak
- 10. Rumah Adat Batak Pasisi
Rumah Adat Batak Pasisi adalah salah satu bagian dari rumah adat Sumatera Utara yang beragam jenis dan namanya. Suku Batak Pasisi atau Suku Pasisi sendiri merupakan salah satu suku di Sumatera Utara, terutama yang meninggali kawasan Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah. Tepatnya di sepanjang pesisir pantai sisi baratnya.
Suku Batak Pasisi sendiri sebenarnya berasal dari suku Batak Toba, Angkola, dan Mandailing yang tinggal dan menetap di Sibolga dan Tapanuli selama beratus-ratus tahun. Karena itu terjadilah asimilasi budaya dari ketiga suku Batak tersebut. Ditambah dengan kehadiran imigran dari Minangkabau dan Melayu, terjadilah perkawinan campur di antara semua suku tersebut.
Dari situ, terbentuklah sebuah kelompok masyarakat yang kemudian dikenal sebagai Suku Pasisi. Pada mulanya, Suku Pasisi menggunakan bahasa Batak sebagai bahasa utamanya. Namun setelah terjadinya asimilasi budaya dengan budaya Minang dan Melayu, bahasa yang digunakan pun ikut mengalami perubahan dan menjadi bahasa Pasisi, yang digunakan sehari-hari sampai saat ini.
Karena meleburkan beberapa bahasa daerah sekaligus, bahasa Pasisi memiliki keunikannya sendiri. Hal tersebut membuat masyarakat Suku Pasisi juga dikenal sebagai masyarakat Batak yang berbahasa Melayu. Kebudayaan dan adat yang diterapkan oleh Suku Pasisi saat ini lebih didominasi oleh budaya Melayu. Bahkan pada awalnya masyarakat daerah ini lebih suka disebut sebagai orang Melayu Pasisi. Meski demikian, saat ini Suku Pasisi juga sudah tidak keberatan sama sekali jika dikenal sebagai Suku Batak Pasisi.
Bahkan, tak sedikit masyarakat Suku Pasisi yang saat ini sudah mulai untuk kembali menggunakan marga lamanya. Misal Tanjung, Pasaribu, Pohan, Siregar, dan Sitompul. Dari segi kehidupan sehari-harinya, masyarakat Pasisi mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Hanya saja, saat ini sudah semakin banyak di antara mereka yang terjun pula di sektor swasta maupun pemerintahan. Misalnya sebagai guru, pedagang, atau pemilik usaha. Di samping itu, tingkat pendidikan masyarakatnya juga sudah meningkat terlebih karena saat ini tak sedikit anak muda Suku Pasisi yang merupakan lulusan perguruan tinggi.
Lihat Juga:
Itu dia sepuluh macam rumah adat Sumatera Utara yang bisa anda lihat saat berkunjung ke Sumatera Utara. Tentunya kunjungan anda ke rumah tradisional di Sumatera Utara dapat menambah wawasan dan wisata budaya yang menarik.